21.7.10

Puisi Kematian by Jalaludin Rumi

Aku mati sebagai mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.
Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.
Setelah kelahiranku sebagai malaikat,
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang tak kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kasunyataan
Karena hanya dalam kasunyataan itu
terdengar nyanyian mulia;
"KepadaNya, kita semua akan kembali" 

To:  Sahabatku, Alivia... Allahummaghfirlaha warhamha wa'fuanha...
Sakitmu telah sembuh sekarang. Allah lebih mencintaimu sehingga mengambilmu lebih dulu. Beristirahatlah dengan tenang... Kamu tak sendiri, para malaikat akan menemanimu disana dengan canda tawanya, menghangatkanmu dengan pelukannya...
Selamat jalan sobat... Semoga amal ibadahmu diterima disisiNya.

13.7.10

Aku, Kita dan Mereka [Cerpuen Tandem]

Jujur, Lexa tidak begitu suka minum teh. Dulu ia pernah merasa pusing karena terlalu banyak mengkonsumsi teh. Memang, teh bisa mencegah timbulnya kanker dan meningkatkan kesehatan gigi. Tapi efek protektif yang ditimbulkan dari "kolesterol jahat" yag dikandungnya bisa beresiko serangan jantung, katarak dan perkembangan arterosklerosis. Tapi malam ini dia memberi dispensasi. Karena dia sadar disini dia adalah TAMU yang harus ikhlas disuguhi apa saja oleh sang tuan rumah. Takutnya ntar saraf tersinggung Lana tercolek kalo dia menolak, lalu tega melakukan perbuatan yang keji dan sadis yaitu mengusir Lexa. Mau kemana Lexa malam-malam begini?...

Lexa tersenyum sendiri teringat pembicaraan mereka semenit yang lalu tentang mendirikan sekolah dan jurusan AKU,

"Namun ,...jika akan benar-benar kudirikan akan sangat sulit menemukan sertifikasi ISO dan akreditasi for SELF Major... a.k.a JURUSAN AKU wakakakakkkkkk..."
"Psiko!!!!!!!,...wkwkwkwkwkkkk"

Lexa sadar dia sedang berada di tempat yang tepat. Dia ingat dengan jelas bagaimana perasaannya dalam perjalanan kemari tadi. Ia terpojok, bingung, tak tahu arah, dan butuh pegangan. Tapi coba lihat sekarang, dia bukan hanya bisa tersenyum. Tapi juga bisa tertawa lepas. Karena itu ia hanya bisa mengangguk setuju ketika Lana menawarkan upacara minum teh. Sebagai ucapan terima kasih karena telah menghapus kepenatannya, ia tak mungkin menjelaskan panjang lebar teori tentang teh dan arterosklerosis tadi.

bip..bip...bip..bip... bip..bip... ponsel monophone milik Lana berbunyi riang. Dari sudut matanya, Lexa melihat perubahan wajah Lana saat membaca pesan singkat yang tertulis disana. Merasa tak punya hak untuk tahu, Lexa pun mengalihkan perhatian kepada ponselnya sendiri yang lebih monochrome dari milik Lana.

Beberapa detik yang menyiksa Lexa. Mereka berdua sibuk dengan keheningan masing-masing. Ada kekakuan diantara mereka, seakan sebuah tembok besar tiba-tiba muncul di ruangan persegi itu.

Jera mendera dengan tiba-tiba dalam benaknya. Mungkin ia salah terlalu mencari ketenangan itu dengan menggebu-gebu. Padahal tidak seharusnya ia melakukan ini semua. Benarkah ketenangan itu bisa ditemukan di suatu tempat? Mungkin jawabannya ya. Kadang hati pun butuh rekreasi. Jeda sesaat dari hiruk pikuk emosi yang menyerang nalar sehat. Mungkin ada benarnya ia menyingkir sejenak. Tapi melihat teman masa kecilnya itu... Ia bimbang. Tepatkah ia berada disini sekarang?

Seperti cinta, egois mungkin juga bisa buta. Lexa sadar ia terlalu egois dengan hanya memikirkan tentang masalahnya sendiri. Padahal, dunia ini terlalu luas untuk dijalaninya seorang diri. Banyak orang-orang disekitarnya yang lebih bermasalah. Tapi apakah ia sadar? Tidak. Selama ini hidup hanyalah tentang Lexa. Orang lain bagaikan pemeran figuran yang berlalu tanpa ada kesan sama sekali.

Lihat saja Lana... Sudah tergambar dengan jelas ekspresi anehnya saat membaca SMS itu. Dan Lexa tak tahu itu tentang apa. Sungguh naif sekali... Lexa selalu menyebut mereka Teman, padahal ia selalu menempatkan dirinya sebagai tokoh utama. Ia tak tahu Siapa pacar Lana, bagaimana kuliahnya, apa yang terjadi dalam hidupnya...? Dan itu karena dirinya yang tidak peka sama sekali. Lalu apakah dia pantas menyebut mereka teman? Sementara ia tahu dalam hubungan mereka tak ada Simbiosis Mutualisme sedikitpun?

Hidup ini bukan hanya tentang AKU, tapi tentang KITA dan MEREKA...

Lexa berjanji dia akan pulang besok pagi-pagi sekali...

(To Be Continued)
***

Baca episode sebelumnya  

Gambar dipinjam dari sini

9.7.10

Untuk Apa Membentak???

Beberapa waktu yang lalu aku menjalani test dan interview kerja di 2 perusahaan. Lumayan menguras tenaga dan pikiran juga karena keduanya aku jalani mulai jam 8 pagi hingga jam 4 sore. Kejadiannya kurang lebih sama, aku harus mengerjakan psiko test yang soalnya hampir sama, interview dengan pertanyaan-pertanyaan yang juga hampir sama, sama-sama harus menunggu dan menunggu terus setiap akan masuk ke tahap berikutnya, dan sama-sama sampai detik ini belum ada kejelasan apakah aku diterima atau tidak.. (kali ini aku merasa sangat pesimis).

Tapi ada satu yang menarik perhatianku. Yaitu salah satu dari perusahaan tempat aku melamar kerja tersebut memiliki lingkungan yang aneh. Aneh yang aku maksud disini adalah sikap oang-orang yang ada didalamnya. Sebenarnya, hal ini bukan hal baru lagi sih karena KEBETULAN yang DISENGAJA suamiku juga bekerja disana. Suamiku sering banget cerita tentang orang-orang disekitarnya itu. Tapi lumayan kaget juga saat aku harus mengalami sendiri. Hehehe...

Memangnya, ada apa dengan orangnya???... Gimana ya? Baru kali ini aku ketemu orang-orang yang judes, kejam, bengis, tak berperasaan, dan tak menghargai orang... Dan hampir semuanya seperti itu...

Pertama... Saat aku sampai di pos satpam, beberapa satpam baik hati menyuruhku masuk dan mengecek apakah aku ada janji atau tidak. Disana sudah ada beberapa cewek yang juga melamar sih, tapi bagian produksi. Dan mereka diperlakukan dengan sangat tidak baik. Bahkan aku yang melihatnya saja merasa miris... Mereka dibentak, dipelototin, di-bodoh2in, pokoknya gak manusiawi banget deh. Untungnya, perlakuan itu tidak terjadi padaku karena aku melamar sebagai Staff dan tidak berurusan dengan 'orang-orang bengis' itu.

Kedua... Pukul 12, aku dan ketiga peserta test yang lain diberi kesempatan untuk istirahat. Aku yang memang tak tahu bagaimana peraturan yang ada disitu, dengan cueknya keluar melalui pintu gerbang. Tapi belum juga aku melangkah, sebuah suara tiba-tiba menggonggong... Eh! Maksudku membentak :P

Satpam1 : HEI! MAU KEMANA? KALO KELUAR JANGAN LEWAT SITU! LEWAT SINI LHO!
Aku : Aku  mau ngambil tas dulu bu...
Satpam1 : YA TAPI LEWATNYA SINI! DIKASIH TAHU DARI TADI KOK NGEYEL!!

Ok! Aku masih bisa mentolerir. Ini memang kesalahanku yang tidak melihat tulisan Masuk dan Keluar-nya ada dimana.

Ketiga... Jam masuk karyawan berbunyi. Aku segera kembali ke dalam pabrik untuk melanjutkan interview. Tapi saat lewat didepan pos satpam itu, satpam yang sama kembali meneriakiku...

Satpam1 : TASNYA JANGAN DIBAWA MASUK!!
Aku : Kenapa? Tadi pagi boleh kok! Lagian, surat2 saya ada didalam sini...
Satam1 : GAK BOLEH! SIAPA YANG BILANG BOLEH DIBAWA??
Aku : Kok Aneh seh? Tadi pagi boleh, kenapa sekarang nggak boleh?
Satpam2 : (muncul) Nggak apa-apa... Mereka melamar sebagai Staff kok...
Aku : (Berlalu sambil tersenyum penuh kemenangan)
Satpam1 : (terus saja menatapku dengan pandangan AWAS KAU! LIHAT SAJA NANTI! sampai aku hilang dari batas pandangannya)

Keempat... Aku sudah diijinkan pulang oleh HRD. Tapi aku disuruh meninggalkan tasku diruangan ISO saat psiko test tadi. Jadi aku kembali kesana untuk mengambilnya. Tapi siapa yang menyangka, baru satu langkah aku masuk sebuah suara kembali membentakku

Ibu2 : TUNGGU DISANA SAJA MBAK!
Aku : Saya mau pulang bu... Saya kesini cuma mau amb...
Ibu2 : SIAPA YANG BILANG BOLEH PULANG??
Aku : HRD...
Ibu2 : SIAPA???
Aku : HRD yang interview saya tadi buuuuu!!! (sebel)
Ibu2 : .....
Aku : Saya kesini itu cuma mau ngambil tas... Gimana saya bisa pulang kalo tas saya ditahan disini??? (sebel)
Ibu2 : Ya sudah ambil saja...
Jiaaahhhhhhhhh!!!....

Kebayang nggak sih? 4 kali aku mendengar bentakan2 seperti itu. Tapi alasannya apa? Apa nggak bisa mereka bicara dengan nada baik-baik? Apa gunanya membentak? Agar ditakuti? Agar disegani? Agar dihormati? Atau agar dipatuhi? Karena sedikitpun aku nggak merasakan efeknya. Bahkan aku merasa tak dihargai dan malah mencibir mereka. Lucu banget jika kita diperlakukan seperti itu tanpa alasan yang jelas.

Suamiku hanya tertawa saat aku menceritakan semua kejadian itu... Dia bilang, memang begitulah orang-orang disana. Entah apa tujuan mereka bersikap seperti itu. Mungkin memang ingin dihormati atau punya maksud looking face (mencari muka) kepada atasan-atasannya. Yang jelas, ini benar-benar keterlaluan, berlebihan, dan sangat tidak berprikemanusiaan. Bahkan mungkin melanggar undang-undang Tenaga Kerja. Hahaha... Sok banget ya aku? padahal undang-undangnya aja aku nggak tahu.

Yang pasti... Jika selama ini aku merasa suamiku terlalu kejam karena BERANI membentak orang-orang yang membentaknya, sekarang aku justru bangga. Karena jika tidak seperti itu, kita akan semakin diinjak-injak oleh mereka... Bravo My Hubby!!!

1.7.10

Harta Vs. Cinta

"Aku ini KAYA. Aku punya segalanya. Aku punya mobil, rumah, perusahaan... Semua itu buat kamu kalo kamu mau menerima cintaku...!" Kata sang cowok sambil menggebu-gebu. Tapi cewek didepannya hanya menggeleng perlahan.
"Aku nggak bisa menerima itu mas..."
"Kenapa? Aku kurang apa? Seumur hidup baru kali ini aku ditolak cewek! Dalam daftar kehidupan cintaku, semua cewek pasti luluh jika aku ajak shopping! Aku kurang apa lagi sih?"

Ini bukan adegan dalam sinetron... Ini kenyataan yang aku temui disekitarku. Awalnya aku sendiri juga nggak menyangka ternyata ada orang yang berpikiran seperti itu. Begitu bangga pada hartanya sehingga ia merasa bisa membeli apa saja temasuk CINTA.

Dia memang berhak bersikap seperti itu, walaupun aku nggak setuju dengan jalan pikirannya. Menurut catatan sejarah masa lalunya, pernikahan terdahulunya gagal karena masalah harta. Dia ditinggalkan oleh istrinya karena tidak punya apa-apa. Jadi sekarang, saat dia benar-benar kaya atas usahanya sendiri, dia merasa sedikit angkuh. Dia pikir semua cewek sama seperti istrinya yang melihat cowok hanya dari isi dompet. Padahal, nggak semua cewek seperti itu kan?

Terang saja semua mantan ceweknya selalu luluh jika diajak shopping. Karena selama ini "cewek-cewek matre kelaut aje"-lah yang berhasil ia gaet. Hanya cewek seperti itu yang tertarik padanya. Bagaimana tidak? Jika awal perkenalan dia sudah menyebutkan daftar kekayaannya :

"Perkenalkan... Nama saya Anu, duda berusia 28 tahun. Saya bekerja sebagai pemilik tunggal perusahaan Anu, Saya punya 2 mobil mewah, 1 rumah, 1 tanah, dan saldo tabungan saya di bank cukup untuk memenuhi kehidupan saya sampai 7 turunan."

Mendengar seperti itu, tidak mengherankan jika cewek-cewek yang mendekatinya adalah cewek-cewek matrelialistis. Sedangkan cewek-cewek biasa dan pintar, yang melihat cinta dalam arti yang sebenarnya, sebagian besar pasti langsung merasa ilfeel. Rasa takut, minder, dan merasa bisa dibeli pasti mampir dalam pikiran mereka.

Memang, si cowok merasa trauma akan kegagalannya terdahulu. Dia membela diri dengan menyatakan bahwa semua itu bentuk rasa cintanya. Dia bekerja, dia berusaha, dia mengumpulkan uang semua demi cinta. Semua hartanya ia berikan kepada orang yang dia cintai. Tapi jika dengan cara seperti itu bagaimana dia bisa menemukan orang yang tulus cinta padanya dan bukan pada hartanya?...

Harta dan cinta memiliki tempat dan porsinya yang masing-masing. Dan menurut orang sepertiku, yang pemimpi dan memandang cinta sebagai sesuatu yang tulus, indah, sakral dan tanpa pamrih... Keduanya tidak bisa disangkut-pautkan satu sama lain. Harta adalah harta, dan cinta adalah cinta. Cinta tidak bisa dirubah dengan jumlah harta, dan harta juga takkan bisa membeli cinta seberapa banyakpun ia...

Anda setuju?... :)