13.1.10

Bintang Hidup (Part II)

Bintang tak selalu ada diatas sana. Begitu cepatnya malam berganti pagi, dan aku tak bisa melihat bintang itu lagi. Dunia memang terus berputar, tapi apa secepat ini dia datang dan pergi begitu saja? Datang dengan membawa begitu banyak perubahan dan teori tentang bintang, jazz, angin di pantai, dan Coldplay… Lalu pergi tanpa jejak, tanpa ucapan selamat tinggal atau semacamnya.
“Kita tak akan pernah bisa bersama. Kau juga tahu itu… aku punya hidup, begitupun kamu. Jalan kita benar-benar berbeda.” Ujarnya suatu malam, dibawah saksi para bintang. Aku menatapnya tak percaya.
“Begitu mudah kamu mengatakannya?”
“Dia tak akan melepaskanku. Kau juga tak akan begitu saja lepas dari cowokmu kan? Kita sama! Yang kita jalani ini salah.”
“Kau tahu ini salah, tapi kau yang memulainya lebih dulu! Bukan aku… Jadi jangan memaksaku untuk berhenti begitu saja!” Sahutku marah, “Kamu bisa punya dua wajah. Satu kau tunjukkan didepanku, dan satu lagi didepannya. Tapi aku tak bisa! Aku tak bisa menjadi naïf…”
Aku meminum kopi yang sekarang sudah dingin itu, lalu bersandar dan kembali menatap bintang. Kuhitung bintang itu satu-persatu. Sekarang sudah mulai berkurang. Sepertinya malam bertambah larut. Dan rupanya akan datang hujan, awan-awan hitam mulai bergerak seolah memakan bintang-bintang kecil itu satu persatu.
Bintang itu nanti akan pergi. Seperti juga dia… Pergi begitu saja dari kehidupanku. Aku masih ingat kata-katanya suatu hari saat kami mendengarkan lagu Coldplay diteras rumah sambil menatap bintang seperti biasanya.
“Malam ini bintangnya banyak banget. Sampai aku tak bisa menghitungnya. Tapi coba perhatikan, bintangnya hilang satu. Bintang yang selama ini kau bisikkan lirih di dadaku… Tapi tak apa-apa, akan aku tunjuk bintang lain yang paling terang, sambil berharap suatu saat kita bisa meraihnya dengan tangan kita berdua. Dan hanya kita yang tahu…”
Orang bodoh pun tahu apa maksud dari kata-kata itu. Tapi entah karena apa dia mengatakannya. Ingin jujur, atau cuma ingin orang bodoh sepertiku kege-eran sendiri. Namun aku yakin, dia pasti ingin jujur sekecil apapun perasaan itu.
Melihat bintang malam ini membuatku hatiku merasa bimbang. Semuanya seperti tergambar dengan jelas dimataku. Segala kejadian, segala kalimat, bahkan segala gerakan… Jadi bagaimana bisa aku melupakannya jika bintang masih saja muncul tiap malam? Sedangkan aku juga selalu tertarik untuk duduk di teras melihat dan mengingatnya seperti ini? Mungkin benar, aku tak ingin melupakannya. Aku ingin, tapi tak pernah bersungguh-sungguh melupakannya. Aku bahagia di saat mengenangnya seperti ini.
“Hidupku sudah berubah. Aku sudah tahu apa tujuan hidupku sekarang. Jika dulu aku hanya bisa meraih pergelangan tanganku sendiri, sekarang ada orang lain yang mengulurkannya untukku. Aku tak lagi menari diatas bugil… duniaku kini lebih berwarna… Aku yakin aku akan bahagia.”
“Meskipun itu dengan melupakanku?” tanyaku pelan sambil bergetar. Ia membuang muka. Aku tahu apa jawabannya.
“Kamu tahu sejak awal, semua ini salah. Kita tak boleh seperti ini. Aku punya tujuan hidup, kamu juga… Meskipun itu dengan melupakanmu, aku harus meraih tujuanku itu…”
“Kamu bisa melupakanku begitu saja?”
“Ini salah…”
“Kalau memang yang kulakukan dan yang kurasakan ini salah, aku tak akan pernah mau jadi benar!!!” Sahutku. Ia tersentak.
“Jangan bodoh, kamu tak tahu apa yang sudah kamu katakan.”
“ Kalau memang aku ini bodoh, jadi super bodoh pun tak apa-apa asal aku bisa merasa bahagia!!!” Dia menarik nafas panjang seolah menyerah pada nasibnya.
“Bahagiamu bukan padaku… Mengertilah! Bintang itu sudah gak ada.” Ujarnya lirih.
“Ada!!... Bintang itu masih disini.” Aku menunjuk dadaku, “kalaupun hilang, kamu janji akan mencarikan bintang yang paling terang…”
“Shit!”
Dan disinilah aku sekarang. Duduk diteras dengan secangkir kopi hangat sambil memetik gitar, dan melihat ke arah bintang yang bercahaya di langit. Sambil terus mengutuki diriku yang cukup bodoh untuk ia permainkan. Hah…tapi seperti yang pernah kubilang, jadi super bodoh pun tak apa-apa.
Dia boleh saja bilang pada mereka semua, kalau rasa itu tak pernah ada padanya. Bilang saja ia memperhatikanku sebagai teman, atau apalah! Atau bilang saja ia tak pernah mengenalku. Tapi yang tahu cuma Tuhan, dan aku… tentang apa yang pernah terjadi. Kenangan itulah yang menjadi pegangan buatku saat mereka mencemoohku sebagai perebut suami oranglah! Atau cewek penggodalah! Atau juga cewek penipu yang sudah menipu hidupnya… Mereka boleh bilang begitu, tapi kenyataannya hanya kupegang sendiri. Dulu dia pasti tahu, tapi hidupnya sekarang berubah kan? Mungkin sudah tak ada lagi namaku. Aku hanya bintang kecil yang sedetik mampir masuk ke hidupnya, dan sedetik kemudian lenyap begitu saja.

Aku slalu berdiri menunggumu
Dikala engkau terbang, dikala engkau jatuh
Sampai mati kukan setia


“Itukah lagu yang sekarang selalu ia nyanyikan untukmu? Tak bolehkah aku ikut menyanyikannya sedikit saja?...”
Disaat kau dipuja, disaat kau dihina
Sampai mati ku kan membela
Kau tetap bintangku...
Bintang semakin lenyap. Hanya segumpal awan hitam yang memenuhi langit malam. Tapi bintangku tetap disini. Bercahaya walaupun hanya cahaya kecil. Dan aku akan selalu menjaga bintang itu… tak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun…
Kau bintang di hatiku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar